Banyak dibaca

Popular Posts

Member of

Bloggers' Shout Out!
Orange Blogger
www.kancutkeblenger.com
Warung Blogger
Ditulis oleh : Unknown May 17, 2013

Sepatu Usang Kusayang
Pura-puranya ini sepatu usangnya (nyomot dari Google)
Waktu itu saya lagi duduk makan di salah satu rumah makan padang di daerah kota Bandar Lampung. Kebetulan saya berencana untuk membeli sepatu baru karena sepatu lama saya sudah usang termakan usia. Ya, 3 tahun tanpa pernah aku sekalipun membeli sepatu kurasa jadi waktu yang tepat untuk membeli sepatu baru.

Siang itu setelah selesai makan aku mencoba untuk melanjutkan perjalananku. Dengan mengendarai motor Satria FU tungganganku aku meluncur ke beberapa toko sepatu. Hanya saja dari toko ke toko tak satupun sepatu yang aku suka.

Sepatu Usang Kusayang
Singkat cerita, dari beberapa toko yang sudah aku datangi itu aku mencoba untuk beristirahat kembali di salah satu warung pinggir jalan disepenjangan trotoar jalan. Sambil membeli air mineral sebagai pelepas dahaga setelah aku berkeliling dari toko-ke-toko karena kebetulan ada recehan 2 ribu rupiah di saku baju saya. Sengaja aku membeli air mineral yang agak dingin agar kerongkonganku yang lembab dan hangat dapat merasakan kesejukan sejenak di tengah teriknya panas.

Sejenak saya duduk di kursi kecil samping warung pinggir jalan itu, mencoba menikmati air mineral yang saya beli tadi, tiba-tiba saya dikagetkan dengan tarikan kecil dari arah kanan saya.

Saya melihat seorang pengemis menarik bagian celana saya dan dengan lemahnya menyodorkan mangkuk kepada saya. Dengan keadaan gugup saya mencoba untuk merogoh saku celana saya. Tapi saya lupa bahwa saya tidak mempunyai uang receh!

Hati gundah serba salah, uang yang saya pegang adalah pecahan Rp. 50.000, itupun hendak saya gunakan untuk membeli sepatu baru. Saya berpikir untuk membelikan sesuatu lagi agar saya mempunyai recehan untuk diberikan kepada pengemis itu. akhirnya saya putuskan untuk membelikan roti dan air minum lalu saya berikan ke pengemis itu. Juga saya berikan uang sebesar 5ribu rupiah kepadanya.

Sepatu Usang Kusayang
Saat dia beranjak pergi, saya baru menyadari bahwa dia tidak dapat berjalan karena kedua kakinya nampak  tak ada, mulai dari pinggang ke daerah dengkul orang itu hanya dibalut kain yang dicampur dengan karet ban dalam bekas mobil. Lalu saya menoleh dan melihat kaki saya.

Masih utuh, saya bisa berjalan, tak hanya berjalan, saya juga bisa berlari, mempunyai kaki yang utuh. tak lama saya melihat sepatu usang saya. Ah jadi sayang rasanya untuk menggantinya dengan yang baru. Apalagi setelah melihat kejadian sebelumnya.

Alhasil, sampai sekarang sepatu usang itu tetap saya pakai, walaupun beberapa kali nyaris saja dibuang oleh ibu dengan alasan itu sepatu sudah ngga layak pakai lagi. Untung masih bisa saya selamatkan. Masih ingat saat pagi saya mau berangkat ke kampus, sepatu usang saya lagi diangkut oleh abang tukang bersih-bersih. Jelas saja langsung saya comot.

Apalagi sejarahnya, sudah melanglang buana kemana-mana, Bandung, Jogja, Palembang, (hampir) Bengkulu, Liwa dan tempat-tempat indah lainnya. Wah pingin lagi rasanya jalan-jalan ke sana kemari. Cuma mungkin gak bisa dalam waktu yang dekat ini. Terima kasih untuk sepatu usang yang ku sayang.

[ 4 comments... baca di bawah atau tambahkan komentar ]

  1. saya malah jarang banget beli sepatu :D
    klo belum rusak blm diganti :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lha sama mba, ini kisah nyeritain si putih sepatu merk A*r Walk. Kmrn waktu ke Atrium liat sepatu itu jadi pengen beli lagi. Cuma masih keingetan sama yg lama :3

      Delete
  2. sesuatu yang berkesanitu memang sayang untuk dibuang apalagi dilupa, sekalipun sudah tak berguna. ^_^

    salam damai,

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener banget... walaupun mungkin di mata orang laen udh gak berharga tapi untuk pribadi rasanya sangat amat tak ternilai...

      terima kasih utk komentarnya :D

      Delete

Teman Blogger yang baik adalah mereka yang meninggalkan goresan komentar walaupun hanya sedikit ^^

- Copyright © 2013 Kolong Langit - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan - Edited By Sophie Riswandono -